andi yaurie :: aeromodelingpemula :: Watampone :: South Celebes :: Indonesia

Rabu, 21 Mei 2008

Reciever Aeromodeling


Fungsi reciever dalam pesawat aeromodeling yaitu untuk menerima sinyal yang dipancarkan oleh transmitter atau radio control yang dikendalikan oleh 'pilot' di darat. Seorang 'pilot' aeromodeling harus menggunakan frekuensi yang berbeda dengan 'pilot' lain apabila bersamaan latihan dalam satu tempat. Hal ini untuk menghindari interferensi atau 'tabrakan' frekuensi sehingga bisa mengakibatkan pesawat hilang kendali.

Kristal digunakan untuk menentukan frekuensi sehingga 'pilot' merasa aman dan range frekuensi menjadi jelas. Kristal dipasang pada reciever dan transmitter dengan nilai frekuensi yang sama agar radio penerima dapat membaca keinginan 'pilot' dan pemancar di darat.

Reciever mempunyai chanel yang beragam misalnya 2, 3, 4, 6, 8, 9, dan 14. Biasanya band reciever (berlaku pula pada transmitter) terdiri atas dua band yakni low band dan high band. Misalnya pada reciever 4 chanel low band 72 Mhz mempunyai channel dengan angka 16 sampai 35, sedangkan untuk high band pada chanel 36 sampai 60.

Dikenal pula istilah PPM (Pulse Code Modulation) dan PCM (Pulse Position Modulation). Perbedaan ini terletak pada jenis gelombang modulasi atau informasi yang dipancarkan dan diterima. Diantara kedua jenis tersebut, yang lebih terjamin digunakan yaitu PCM. Untuk jenis PPM lebih rentan terhadap interferensi gelombang radio pada HP.

Denpasar, 21 Mei 2008

Selasa, 13 Mei 2008

Auto Pilot Pesawat Aeromodeling


Auto pilot bukan hanya dikenal dalam dunia penerbangan 'nyata', namun ternyata digunakan juga dalam dunia aeromodeling. Ketenaran alat ini mungkin tidak sebeken dengan komponen aeromodeling lainnya misalnya engine, propeller, dan servo. Alhasil, belum banyak aeromodeller mengetahui bahkan menggunakan alat ini.

Dari namanya saja kita bisa perkirankan fungsi alat ini. Fungsinya sama dengan namanya. Mengendalikan pesawat dengan otomatis. Namun tidak berarti bahwa 100% tanpa campur tangan 'pilot' pemegang remote control. Sang 'pilot' tetap dibutuhkan untuk proses take off dan landing.

Sepengetahuan penulis (maaf kalo masih keliru), berdasarkan jenis sensor yang digunakan auto pilot aeromodeling terdiri atas dua tipe. Jenis pertama menggunakan sensor cahaya. Jenis kedua yakni dengan mengandalkan temperatur. Bentuknya berupa kotak kecil sehingga praktis ditempel pada bagian bawah fuselage. Setiap sudut masing-masing dilengkapi dengan sebuah sensor. Terdapat sebuah alat lagi yang disambungkan dari sensor melalui empat buah kabel. Alat ini ditempatkan dalam fuselage yang selanjutnya dihubungkan dengan servo aileron dan elevator.

Prinsip kerjanya, jika pesawat belok kiri atau kanan dan stik elevator pada transmitter atau radio control dilepaskan, dengan segera auto pilot akan mengoreksi posisi pesawat pada posisi level atau stabil. Begitu pula dengan proses kerja pada elevator. Jadi alat ini bisa mencegah pesawat stall karena pada saat 'pilot' mengalami kesalahan kecil atau lengah yang berpotensi pesawat stall dan crash maka auto pilot dengan segera memposisikan pesawat stabil.

Tidak ada salahnya para pemula aeromodeling mencoba alat yang satu ini...

Denpasar, 13 Mei 2008

Sabtu, 03 Mei 2008

Runway Pulau Serangan dan Parasailing


Berhubung lapangan di Pulau Serangan masuk wilayah proyek penghijauan maka latihan aeromodeling turut mengalami dampaknya. Lapangan yang dulunya luas untuk take off dan landing kini telah menjadi semakin sempit karena menjadi tempat ditanamnya pohon penghijauan.
Banyak gundukan tanah bekas galian untuk ditanami pohon bertebaran sepanjang runway.

Rupanya aeromodeler di Bali terpaksa harus mencari lahan baru untuk latihan. Sebenarnya runway di Pulau Serangan masih bisa digunakan untuk latihan namun butuh keahlian khusus untuk menerbangkan dan mendaratkan pesawat karena runway telah tergusur dan sangat sempit. Jika tidak tepat betul mengendalikan pesawat untuk landing, bisa-bisa menabrak warung-warung di sampingnya yang merangkap sebagai shelter.

Masalahnya yaitu jika pilotnya masih pemula tentunya butuh bantuan untuk mendaratkan pesawat atau jangan-jangan jika menerbangkan sendiri akan menambah daftar crash pesawat.
Nah....dari pada berisikio terbang lalu crash lebih baik lupakan dulu untuk sejenak lapangan di Pulau Serangan.

Saya coba 'terbang beneran' dengan menggunakan parasut yang ditarik oleh speedboat atau parasailing (maaf kalau istilahnya keliru). Speedboat telah menyalakan mesin, bergerak pelan-pelan lalu kencang dan waktunya untuk terbang. Berlari sedikit lalu parasutnya sudah melambung ke angkasa. Dahsyat rasanya jika sudah berada diketinggian. Saat akan mendarat laju speedboat dikurangi dan parasut diarahkan menuju daratan. Setelah parasut berada di bibir pantai, saya menarik tali di atas kepala saya agar parasutnya dapat dikendalikan belok kanan menuju daratan. Parasut perlahan-lahan turun dan saya mendarat dengan selamat.....

Denpasar, 3 Mei 2008

Sabtu, 26 April 2008

Latihan Sabtu pagi di Serangan


Sabtu ini kami cuma berempat latihan terbang di Pulau Serangan, Bali. Sekitar jam tujuh pagi Pak Hari sudah duluan sampai dan menerbangkan glidernya. Usia glidernya sudah delapan tahun namun pesawatnya masih kelihatan kokoh dan terbangnya masih lincah dikendalikan mencari-cari termal. Maklum pesawat aslinya hanya menggunakan tali untuk ditarik lalu terbang. Namun, ia telah memodifikasi dengan menambahkan propreller dan mesin elektrik brushless dengan menggunakan tenaga baterai.

Saya menyusul datang ke lapangan melihat sebentar glidernya Pak Hari diterbangkan. Saya langsung mempersiapkan pesawat saya cek servo, radio, dan mengisi bahan bakar. setelah semuanya beres lalu penerbangan dilakukan masih dengan tandem radio. Maklum minggu kemarin saya masih belum lancar menerbangkan pesawat meskipun sudah ditandem.

Pak Gatot tiba di lapangan setelah saya persiapkan pesawat untuk terbang. Setelah mengeluarkan pesawatnya dari bagasi ia langsung mengisi bahan bakar dan langsung menyalakan engine. Dengan segera, pesawat Pak Gatot langsung meluncur terbang dan berputar-putar di udara sebentar. Setelah mendaratkan pesawatnya dengan mulus ia beristirahat sebentar.

Nah....kini giliran saya terbang. Pak Hari yang mengantar pesawat take off, setelah berada pada ketinggian barulah saya diperkenankan mengendalikan. Baru kali ini saya merasakan mengendalikan pesawat dengan jempol saya. Setelah puas melakukan manuver sederhana di udara , bahan bakar pesawat semakin berkurang. Akhirnya diputuskan untuk mendaratkan pesawat. Untung pada saat pesawat hampir menyentuh tanah untuk mendarat engine berhenti sehingga tidak pendaratan dapat dilakukan dengan aman.

Setelah istirahat sejenak, Kadek datang dengan helikopter engine. Beberapa menit melakukan persiapan terbang, sang heli pun diterbangkan dengan manuver yang sangat cepat.Setelah helikopter mendarat, session penerbangan kedua saya persiapkan lagi dengan menambah fuel dan mengganti baterei reciever. Untuk mengantisipasi agar penerbangan tetap aman, lagi-lagi take off pesawat ditangani oleh Pak Hari dan setaelah pesawat berada pada ketinggian yang aman barulah giliran saya mengendalikan pesawat. Namun, matahari di Pulau Serangan makin terik dan panasnya semakin menyengat. Bagian kedua penerbangan saya segera diakhiri, dan...pesawatpun mendarat dengan selamat!!!

Denpasar, 26 April 2008

Minggu, 13 April 2008

Tandem Terbang via Transmitter


Hari Sabtu kemarin saya mencoba terbang tandem bersama dengan trainer Pak Hari di Pulau Serangan Bali. Maksudnya yang ditandem adalah transmitter atau yang lebih dikenal dengan TX. Pesawatnya masih menggunakan tipe sejenis trainer 40 dengan engine OS 46 Jepang. Pesawat, mesin, dan semua jeroanya masih fresh sehingga kemarin merupakan penerbangan perdana sekaligus tandem perdana.

Tx atau istilah lainnya lagi yakni pemancar yang digunakan dua buah. Tx master buat trainer dan Tx yang satunya buat trainee. Pada Tx master menggunakan sejenis saklar untuk mengalihkan kendali pada trainer ketika trainee dalam kesulitan sewaktu pesawat sudah berada di angkasa. Kedua Tx ini saling berhubungan dengan menggunkan kabel khusus yang dicolokkan pada bagian belakang Tx.

Pada saat pesawat take off dikendalikan oleh sang trainer. Setelah pesawat sudah berada pada ketinggian yang cukup barulah trainer mempersilakan saya untuk mengendalikan Tx trainee. Pesawat berputar-putar ke kiri kemudian lurus, dan belok kiri lagi. Begitu seterusnya hingga saya merasa sudah agak lancar dan saya coba balikkan haluan ke arah kanan. Tiba-tiba saya disorientasi dan pesawat sudah stall di ketinggian. Untunglah pada saat krisis seperti ini, trainer langsung mengaktifkan TXnya dengan menekan saklar. Pesawtpun selamat dari crash karena dikendalikan lagi oleh Pak Hari. Setelah posisi pesawat di udara sudah dibetulkan lagi, barulah saya kendalikan lagi.

Latihan selanjutnya yakni belajar take off setelah session terbang pertama usai. Saya mencoba sendiri memasukkan fuel ke dalam mesin dengan menggunakan pompa khusus. Engine dinyalakan dan saya tempakan pesawat di run way. Setelah trainer memberikan saya aba-aba untuk mulai maka saya segera membuka throttle perlahan-lahan hingga penuh.

Selanjutnya....pesawatpun take off dengan pelan dan langsung melayang ke angkasa. Setelah latihan berputar-putar di angkasa saya rasa sudah cukup selanjutnya yaitu mendaratkan pesawat di run way. Pesawat saya turunkan dengan mengurangi throttle secara perlahan-lahan. Pesawat belok kiri perlahan-lahan dan instruktur segera memberikan aba-aba untuk segera cut throttle atau matikan mesin. Setelah belok kiri, saya luruskan kembali arah terbang sehingga pesawat tepat berada di depan saya. Kira-kira 30 cm. pesawat berada di atas run way saya tarik sedikit stik elevator agar moncong pesawat agak naik sehingga memudahkan proses pendaratan. Selanjutnya, pesawatpun mendarat dengan mulus....

Denpasar, 13 April 2008

Jumat, 28 Maret 2008

Transmitter Aeromodeling


Setelah sekian lama menanti, akhirnya transmitter atau ringkasnya diistilahkan TX telah tiba dan niat untuk menggunakannya juga telah terkabul. Perangkat yang satu ini merupakan alat yang vital bagi dunia aeromodeling. Bahkan sebagian besar aeromodeller menganggap sebagai investasi yang sangat berharga dalam hobbi ini.

Biasanya aeromodeller mengunakan satu TX untuk menerbangkan beberapa pesawat model. Hal ini karena dalam pesawat telah dilengkapi dengan radio penerima, reciever atau istilah praktisnya RX yang menerima pancaran gelombang radio dari TX. Asalkan saja frekuensi yang digunakan oleh RX cocok dengan gelombang radio TX. Namun, pilot harus hati-hati dalam menerbangkan pesawatnya agar frekuensi yang digunakan pada saat terbang tidak sama persis dengan pilot lain yang juga terbang bersamaan. Jika terjadi demikian maka frekuensi akan kacau dan pesawat akan mengalami disorientasi yang bisa berkibat pesawat crash.

Frekuensi TX yang tersedia juga mempunyai banyak pilihan sehingga para aeromodeller bisa menerbangkan pesawat beramai-ramai secara aman dengan frekuaensi yang berbeda. Salah satu frekuensi yang sangat umum digunakan yaitu pada kisaran 72 Mhz. Bagaimana jika para pilot memiliki frekuensi yang sama? Sebenarnya frekuensi yang sama masih bisa digunakan dan aman untuk terbang misalnya pada frekuaensi 72,010 Mhz dan 72,030 Mhz. Dua digit pertama sama persis namun tiga digit dibelakngnya yang membedakan range frekuensinya sehingga masuk pada titik yang aman untuk diterbangkan.

Dalam TX juga dikenal sistem channel misalnya TX empat channel, enam channel, tujuh channel, sembilan channel, dan diatas sembilan channel. Sistem ini menunjukkan perbedaan kemampuan pancaran TX untuk pesawat model jenis aeroplane dan helikopter. Untuk aeroplane standar digunakan empat channel. Sistem kendali meliputi rudder, aileron, elevator, dan throttle. Untuk helikopter standar menggunakan enam channel.

Seorang pemula aeromodeller biasanya disarankan memiliki TX enam channel atau tujuh channel dengan asumsi bahwa jika ingin belajar menerbangkan model aeroplane empat channel dan telah mahir menerbangkannya serta apabila ingin mencoba helikopter maka TX tidak perlu diganti, cukup menggunakan satu TX untuk menerbangkan banyak pesawat model.

Depok, 28 Maret 2008

Jumat, 14 Maret 2008

Bahan Bakar Pesawat Engine Aeromodeling


Sudah lama sebenarnya saya ingin berbagi tulisan mengenai bahan bakar pesawat aero dan juga atas desakan salah seorang pembaca blog ini. Namun, rupanya kesempatan dan mood menulis sering menjadi biang kerok untuk dijadikan alasan penundaan.
....
Ternyata beberapa tipe pesawat model bila diterbangkan juga membutuhkan bahan bakar. Sama halnya dengan mesin kendaraan beroda menggunakan BBM agar mesin dapat menghasilkan tenaga gerak. Namun bahan bakar yang digunakan dalam pesawat model jenisnya berbeda dengan kendaraan beroda, sebenarnya pada dasarnya mempunyai fungsi yang sama didalam mesin.

Pesawat model menggunakan bahan bakar yang disebut dengan Nitromethane dengan rumus kimia CH3NO2 , biasanya lebih gampang jika disebut saja Nitro. Kandungan oksigen dalam Nitro lebih sedikit jika dibandingkan dengan bensin. Sebagai ilustrasi, dibutuhkan 14,6 kg udara untuk membakar satu kilogram bensin. Sebaliknya, untuk Nitro hanya butuh sekitar 1,7 kg udara. Sehingga Nitro menjadi bahan bakar pilihan untuk mesin yang ukurannya lebih kecil daripada mesin kendaraan beroda namun menghasilkan tenaga yang besar seperti pesawat model dan mobil yang menggunakan sistem kendali radio kontrol.

Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang maksimum, biasanya Nitro dicampur dengan unsur lain seperti hydrazine. Oleh karena harga bahan bakar ini tergolong mahal dan hanya bisa dijual di tempat tertentu. Sulit didapatkan di beberapa pulau besar di Indonesia. Undang-undang penerbangan sangat melarang bahan bakar ini dibawa di atas kabin pesawat karena cairan mudah terbakar. Sehingga untuk mendapatkan BBM ini sebaiknya menghubungi Federasi Aero Sport Indonesia atau toko penyedia alat aeromodeling.

Namun penggemar aeromodeling di tanah air tidak kehilangan kreatifitas memikirkan pengganti Nitro. Dengan menggunakan campuran castor oil atau lebih dikenal sebagai minyak jarak dan ditambah dengan methanol maka mesin pesawat sudah siap terbang. Kedua cairan ini dapat dengan mudah diperoleh di apotik atau toko penjual bahan kimia. Tentu saja harganya jauh lebih murah dibanding dengan Nitro. Kualitas pembakaranya pun tidak kalah dengan Nitro. Biasanya digunakan campuran 1 liter minyak jarak banding 5 liter methanol. Racikan ini dapat digunakan sekitar tiga sampai lima jam menerbangkan pesawat. Cukup untuk membuat leher pegal-pegal menengadah ke udara mengendalikan pesawat. Nah... tertarik?. Mari racik sendiri!

Denpasar, 14 Maret 2008