Aeromodeling memang olah raga yang mengasyikan yang penggemarnya tidak dibatasi oleh segala umur dan jenis kelamin. Tua, muda, laki-laki, perempuan tidak menjadi masalah untuk menggeluti hobbi ini. Tidak heran jika pada satu latihan dijumpai berbagai lapisan umur penggemar membaur. Ada yang menerbangkan pesawat dengan rambut penuh uban, namun ada pula yang masih sangat belia. Memang hobi tidak mengenal batasan-batasan seperti yang telah diilustrasikan. Begitu pula dengan konsekuensi biaya yang dikeluarkan tidak tanggung tanggung demi satu kepuasan yang didapatkan melalui hobi ini.
Untuk menggeluti hobi ini seseorang tidak harus merongoh kocek dalam-dalam. Pada satu ketika, saya berbincang-bincang dengan teman sekantor sebut saja namanya Pak Hengki, ternyata persepsi teman saya masih menganggap bahwa olahraga aeromodeling adalah hobi yang mahal. Memang ada benarnya, namun tidak semuanya benar. Jika kita ingin mulai dengan kocek dua puluh ribuan, kita sudah bisa memiliki sebuat pesawat F1 chuck glider pesawat terbang bebas tanpa mesin yang terbuat dari kayu balsa. Setelah berbincang-bincang sejenak dengan Pak Hengki, rupanya beliau juga tertarik dengan aeromodeling.
Masalalah yang ada sekarang yakni di tempat saya di Watampone, belum ada klub yang bergerak pada kegiatan aeromodeling. Bahkan untuk saat ini, bukan hanya di Watampone tidak terdapat klub aeromodeling, kabupaten lain di Sulawesi Selatan juga belum ada klub kecuali yang ada di Makassar yang meskipun tempat latihannya banyak di Kabupaten Maros, tempat Bandara Hasanuddin dan Skuadron 11 berada. Namun sejauh ini, sudah ada daerah yang tertarik mengembangkan aeromodeling yakni Pangkep.
Untuk Watampone kabupaten Bone, saya berinsiatif untuk mengembangkan aeromodeling. Walaupun pada saat sekarang belum ditemukan kegiatan menerbangkan pesawat di tempat ini. Saya biasa menerbangkan pesawat chuck glider pada saat ke Sengkang. Itupun masih dalam tahap “belajar”.
Pengembangan aeromodeling di Watampone dapat dilakukan dengan memperkenalkan jenis pesawat terbang bebas kelas F1 ke pramuka, murid SMP atau SMU, dan masyarakat umum lainnya. Pesawat yang cocok misalnya chuck glider dan glider A1 yang masing-masing merupakan pesawat tanpa mesin yang dilempar dengan tangan. Disamping itu, dari segi harga, pesawat tersebut relatif terjangkau untuk kantong siswa dan mahasiswa.
Untuk tahap awal, saya harus latihan sendiri sambil memperkenalkan olahraga ini pada teman-teman. Setelah terkumpul peminatnya, barulah diupayakan untuk melakukan pelatihan perakitan pesawat sekaligus cara menerbangkannya. Pelatihnya sudah ada di Makassar dan bahannya berupa kayu balsa dapat dipesan di Magelang. Setelah melakukan pelatihan, untuk selanjutnya dipikirkan pembentukan klub aeromodeling. Konsep nama klub yang ‘terlintas di kepala’ yaitu Watampone Aeromodeling Klub atau Bone Aeromodeling Klub.
Mengenai tempat latihan, olah raga ini nantinya menjadi olahraga murah yang istimewa karena pemerintah daerah Bone berencana membangun fasilitas bandara udara. Hal ini sangat menguntungkan bagi pengembangan aeromodeling di Bone karena fasilitas ini dapat digunakan sebagai tempat latihan aeromodeling. Dengan adanya dukungan fasilitas yang memadai, bisa jadi akan lahir atlit olahraga aeromodeling di tempat ini yang akan mewakili daerah ini pada event lokal, nasional, bahkan internasional. Peluang ini sangat besar mengingat penggiat olahraga ini secara kuantitas masih sangat sedikit. Demikian sekelumit ide dan gagasan saya mengenai aeromodeling di tempat ini. Watampone, 24 Agustus 2007.
3 komentar:
mau dong ? cara buatnya kasih tau dong dan gambarnya. trima kasih
Lokasinya di mana?
Posting Komentar