Sabtu, 29 Desember 2007
Terbang di Lapangan Bola 'Tampangeng'
Tapi semua masalah tadi saya coba perbaiki sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekeliling kita tanpa harus menggati spare-partnya. Pesawat saya terbangkan di lapangan sepak bola Tampangeng Sengkang. Lapangannya seluas lapangan sepak bola namun terasa lega untuk menerbangkan WD. disekeliling lapangan terdapat rumah panggung penduduk dan banyak pohon.
Pesawat saya terbangkan dengan cara on hand launched, pesawat melaju lepas di depan saya. Stik transmitter elevator saya naikkan dan pesawat pun naik secara perlahan. Asyik juga kelihatannya sang WD naik secara perlahan ke udara. Setelah mencapai ketinggian melewati tinggi pohon di sekitar lapangan, saya mencoba belokkan rudder ke sebelah kiri. Pesawat perlahan-lahan belok kiri dan rudder kembalikan ke posisi semula hingga pesawat terbang lurus.
Namun angin yang sedari tadi bertiup sesekali kencang, menerpa pesawat hingga kelihatan terbang oleng. Tapi kemudian saya berhasil meluruskan terbang pesawat. Saya masih merasa gemetaran sewaktu pesawat terbang di atas rumah-rumah penduduk. Wah...jangan-jangan angin tiba-tiba menghembus kencang sehingga dapat menjatuhkan pesawat tepat di atas rumah penduduk. Apalagi kalau nyangkut di atap rumah, bisa-bisa membuat pekerjaan tambahan lagi.
Pesawat berhasil terbang dengan lambat namun anggun. Setelah saya rasa terbang lurus sudah cukup, kendali rudder saya arahkan untuk terbang belok kiri hingga pesawat mengelilingi di atas lapangan bola tersebut. Setelah pesawat berhasil terbang tinggi mengeliligi lapangan bola, kira-kira waktu terbang cuma sekitar tiga menit, angin bertiup cukup kencang sehingga mempengaruhi arah terbang pesawat. Pesawat kemudian terbang disoriented. Di bawah saya coba memperbaiki arah terbang sehingga pesawat terbangnya tidak lagi mengikuti alur luar lapangan melainkan memotong ke bagian tengah lapangan hingga keluar jalur.
Pesawat meleset terbang menuju pepohonan. Di depannya terdapat pohon kelapa yang cukup tinggi. Wah..gawat lagi, pesawat pasti menabrak pohon ini. Saya dengan segera mengendalikan rudder ke kanan secara maksimal. Namun pesawat tidak meresponi dengan segera karena belok kanannya lambat. Akhirnya saya turunkan maksimal throttle untuk mematikan mesinnya. Dan......main wing pesawatpun berhasil menabrak pohon kelapa.
Saya segera berlari menjemput menuju 'korban' di TKP. Saya periksa dengan cemas, sedih, dan seksama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ternyata main wing-nya masih utuh akibat balutan lakban bening.
Penerbangan saya kali ini walaupun berakhir dengan 'tragis lagi' namun saya merasa cukup puas karena sudah bisa menguasai sang WD terbang, meskipun penguasaanya masih sedikit. Bukankah sedikit-sedikit itu lama lama akan terakimulasi menjadi banyak pengalaman? Selain itu memang penerbangan saya kali ini tergolong nekat karena sejak pagi hingga siang, angin sudah menunjukkan tabiatnya yang 'kurang merestui', berhembus agak kencang. Tapi yang penting...udah maburrr!!!
Watampone, 29 Desember 2007
Kamis, 20 Desember 2007
Penerbangan Pertama WD
Gemetaran campur deg-degan rasanya pada saat saya pertama kali menerbangkan pesawat WD. Setelah sebelumnya berkuat di pesawat glider tanpa mesin. Bisa dibayangkan kalau penerbangan pertama tersebut tidak didampingi oleh orang yang mahir menjalankan pesawat. Akibatnya penerbangan pesawat dilakukan seperti trial and error. Memang di tempat saya berada tidak ada orang yang mahir menerbangkan pesawat.
Saya coba menerbangkan di Lapangan Merdeka Sengkang, di depannya terdapat mesjid raya Wajo. Lapangannya seukuran lapangan bola dan setiap dua kali setahun digunakan sebagai tempat shalat idul fitri dan idul adha.
Saya ke lapangan hampir magrib. Angin tidak terlalu bertiup. Pesawat saya coba terbangkan dengan cara take off dari tanah. Namun, usaha saya tidak membuahkan hasil. Saya mencoba menerbangkan dengan cara melempar dengan menggunakan tangan. Mesin saya hidupkan maksimal dengan menyetel stik transmitter hingga full ke depan. Pesawat melesat ke depan terbang dengan ketinggian sekitar tujuh meter di atas tanah.
Pesawat belok ke kiri dan beberapa lama kemudian belok ke kanan. Waduh...saya kebingungan mengendalikan pesawat dengan menggunakan stik transmitter. Saya gugup dan diluar kontrol tidak bisa membedakan kontrol untuk menaikkan dan menurunkan pesawat. Pesawat naik, stik untuk menaikkan pesawat saya kurangi hingga pesawat tiba-tiba menukik. Saya tambah lagi gasnya sehingga pesawat kencang lagi. Terbang agak memutat dan menjauh dari saya. Di depan terdapat pohon asam. Pesawat menuju pohon asam dan saya semakin gugup mengendalikannya hingga akhirnya pesawat menabrak pohon asam.
Waduh...hancur pesawat pikir saya. Setelah menghampiri pesawat. Ternyata pesawatnya tidak apa2. Cuma ada lecet kecil pada bagian depan pesawat.
Pesawat bisa terbang lagi. Namun Bunyi azan di Mesjid Raya Wajo sudah menggema. Saya harus pulang rumah sekarang. Besok dilanjutkan lagi menerbangkan pesawat WD.
Sengkang, 20 Desember 2007
Jumat, 23 November 2007
Kelas Pesawat Aeromodeling
Saya akan jelaskan sekilas mengenai klasifikasi pesawat model menurut Federation Aeronatique Internationale. Klasifikasi atau kelas dalam aeromodeling dapat pula dilihat dalam situs resmi Federasi Aerosport Indonesia.
Kelas terbang bebas biasanya dikenal dengan glider. Cara menggunakan yaitu dengan cara melempar pesawat dengan menggunakan tangan. Pesawat ini ada yang menggunakan tenaga karet F1B dan tenaga angin F1A atau Glider A2 dan F1H atau Glider A1. Pesawat Glider A1 dan A2 dibantu terbang dengan menggunakan thermal alam. Dikenal pula kelas chuck glider atau OHLG On Hand Launched Glider yang dikenal sebagai pesawat ekonomis dan berpotensi besar untuk dikembangkan pada semua kalangan utamanya para siswa.
Ada pula jenis pesawat yang menggunakan tali untuk terbang. Pada saat pesawat telah terbang, tali yang digunakan dipegang oleh pilot dan dibiarkan tehubung ke pesawat. Hal ini dimaksudkan agat pesawat tetap terkendali sesuai keinginan pilot di darat. Jenis pesawat ini dikategorikan dalam kelas F2 Control Line. Dalam kelas ini dibagi lagi menjadi empat kelompok yaitu F2A Team Race, F2B Aerobatic, F2C Speed, dan F2D Combat.
Jenis selanjutnya yaitu dengan menggunakan gelombang radio untuk membantu pengendalian pesawat atau lebih dkenal dengan kelas F3 Radio Control. Pesawat dalam kelas ini menggunakan bahan bakar khusus untuk pesawat aeromodeling dan batere. Kelas F3 radio control terdiri atas kelas F2A aerobatic, F3B Soaring Glider, F3C Helicopter, F3D Pylon Racing, F3E Electric Power, F3F Slope Soaring, dan F3G Power Glider.
Aeromodeling juga merupakan olahraga yang tidak semata-mata menggunakan lapangan untuk menerbangkan pesawat. Aeromodeling juga mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Hal ini diwujudkan dengan pesawat model dengan menggunakan system skala Scale Model. Pesawat dalam kelas ini tidak bisa diterbangkan karena hanya merupakan model pesawat. Dalam aeromodeling dikategorikan kedalam kelas F4. kelas F4 atau Scale Model dibagi lagi menjadi tiga subkelas yaitu F4A atau Free Flight Scale, F4B CL Flying Scale, dan F4C atau RC Flying Scale.
Kelas terakhir yaitu pesawat yang menggunakan tenaga baterai. Kelas ini dikenal dengan Electric Model atau kelas F5. Kelas ini dibagi menjadi empat jenis yaitu F5A untuk arobatik, F5B untuk glider, F5C untuk helicopter, dan F5D untuk Pyon.
Pekanbaru, 23 November 2007
Minggu, 11 November 2007
Lapangan Aeromodeling
Ada beberapa tempat yang dapat digunakan sebagai tempat latihan olahraga aeromodeling di Watampone. Salah Satunya yaitu stadion olahraga Lapatau yang baru diresmikan dan telah digunakan sebagai tempat berlangsungnya Pekan Olahraga Daerah beberapa bulan yang lalu.
Letak stadion ini di kelurahan Macanang, Watampone. Lokasinya dilewati jika kita akan ke Makassar, namun lokasinya agak masuk dari jalan raya yakni sekitar 450 meter dari jalan Makassar. Lahan di sekitar stadion tersebut umumnya sawah dan berlumpur.
Di dalam stadion merupakan tempat berumput dan dapat digunakan untuk latihan menerbangkan pesawat sejenis Wing Dragon. Saya baru mensurvei lokasinya dan belum membicarakan kepada pengurus stadion. Karena pada hari Sabtu tidak ada jam kantor.
Pada saat saya meninjau lokasi, kebetulan pada bagian luar stadion ini juga digunakan sebagai arena balap motor. Nampak dengan jelas disekeliling stadion ditutup dengan karung plastik putih bekas karung gula.
Sambil menggunakan lapangan yang ada, sebenarnya Watampone prospektif untuk pengembangan olahraga terbang ini. Hal ini karena pemerintah daerah kabupaten Bone telah mendapatkan tempat yang cocok untuk pembangunan bandar udara. Sehingga pada masa yang akan datang, bandar udara dapat dijadikan sebagai tempat resmi latihan aeromodeling. Tentu saja membutuhkan usaha pendekatan dan perkenalan olahraga ini kepada pemerintah daerah dan masyarakat di Bone.
Watampone, 11 November 2007
Minggu, 04 November 2007
Bermain Flight Simulator
Jika masih enggan menerbangkan pesawat di lapangan dengan pertimbangan misalnya belum menguasai teknik menerbangkan pesawat atau menghindari resiko crash yang bakal terjadi. Ada cara yang sangat aman dan ekonomis. Saking amannya, biar 1000 kali pesawat yang diterbangkan jatuh namun pesawatnya sendiri tidak mengalami crash atau cacat sedikitpun.
Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan simulator. Dengan bermodalkan komputer dan stick simulator, kita dapat menerbangkan pesawat dengan berbagai model di komputer tanpa harus khawatir pesawat crash. Simulator yang banyak digunakan yaitu FMS yang tersedia di internet dan dapat diunduh secara gratis. Bahkan kita boleh membuat atau memodifikasi berbagai jenis model pesawat dan lapangan terbang.
Yang harus disediakan adalah stick simulator yang harganya tergolong ekonomis bagi pemula aeromodeling. Stick simulator yang ada di pasaran biasanya dalam model empat channel. Bentuk dan fungsinya mirip dengan stick nyata yang digunakan dalam aeromodeling. Jadi stick ini juga sebenarnya merupakan sarana latihan sebelum terjun ke aeromodeling sesungguhnya.
Model pesawat sangat beragam dan dibuat oleh orang yang mendedikasikan karyanya untuk digunakan secara gratis oleh orang yang membutuhkan. Pesawat fixed wing baik yang bermotor atau free flight dan helicopter. Begitu pula dengan model lapangan terbang dapat diunduh secara gratis. Model lapangan dapat dijumpai dengan berbagai jenis, mulai yang bersalju, suasana senja, suasana pegunungan, lapangan khusus untuk latihan hingga yang berlokasi dalam satu pulau kecil,
Bagaimana jika seandainya stick simulator tidak dijumpai di pasaran? Simulator pesawat sebenarnya masih bisa digunakan dengan menggunakan keyboard komputer. Tetapi hasilnya kurang akurat dan maksimal. Fungsi tombol tanda panah baik atas, bawah, kiri, dan kanan dapat digunakan untuk menerbangkan, menurunkan, belok kiri, dan belok kanan pesawat.
Nah...dengan demikian kita bisa menggunakan software ini dengan bebas di mana saja berada dan tanpa ada rasa was-was akan tindakan pembajakan software. Namun, sekali lagi, disarankan menggunakan stick simulator dibanding dengan menggunakan keyboard komputer. Jadi..., ayo kita terbang!!!
Watampone, 4 November 2007
Minggu, 28 Oktober 2007
Test Flight Glider A1
Setelah tiba di lapangan AtakkaE. Pesawat disiapkan untuk test terbang. Angin bertiup sepoi-sepoi. Pesawat yang akan dicoba terbang sejenis free flight model yaitu Glider A1 dengan wingspan 1400 mm, fuselange length 970 mm, dan berat sekitar 430 gr. Sayap tepi kiri dan kanan saya ikat dengan tali agar lebih kuat dan tidak mudah lepas pada saat terbang.
Tes terbang dimulai, pesawat dilempar ke depan berlawanan dengan arah angin. Pesawat masih menukik. Setelah menyetel stabilo, posisi terbang pesawat sudah agak terangkat. Saya coba sekali lagi, hasilnya pesawat berhasil terbang sebentar dan belok kanan lalu jatuh.
Selanjutnya, saya mencoba menarik dengan menggunakan tali kasur yang dibentangkan kira-kira lima meter. Namun, lagi-lagi angin hanya bertiup sangat lembut. Saya tunggu hingga angin bertiup agak kencang. Namun tak kunjung datang. Haripun sudah semakin sore dan sebentar lagimagrib.
Setengah putus asa saya nekat menarik pesawat dengan tali. Mirip dengan menerbangkan layang-layang. Badan pesawat harus dipegang bersamaan dengan tali ditarik. Jadi membutuhkan dua orang untuk menerbangan pesawat. Rupanya usaha saya sia-sia karena tiupan angina yang sangat lembut.
Sambil menunggu tiupan angin yang agak kencang, saya memandangi pesawat dan mencoba mengingat penyebab pesawat yang masih belum stabil terbangnya. A.ha…!, saya ingat…., rupanya pesawat belum diberikan pemberat pada bagian depannya. Sialnya lagi, saya tidak membawa timah pemberat ke lapangan. Secara keseluruhan tes terbang pada hari itu belum memuaskan.
Sengkang, 28 Oktober 2007
Senin, 10 September 2007
‘Keracunan’ Wing Dragon
Malam mingguan saya sempat bersua via YM dengan Mas Kresna dari Bantaeng dan Mas Yudha dari Medan. Keduanya merupakan teman baru saya dibidang aeromodeling. Alangkah senangnya dapat kenalan baru walaupun belum pernah bersua secara langsung. Chat di YM seperti orang yang kenal sejak lama saja. Padahal saya dan Mas Kresna baru kenalan melalui Grage Komunitas Aeromodeling Nusantara, apalagi dengan Mas Yudha yang baru saya kenal pada saat Mas Kresna mengundang saya untuk bertiga di conference. Mungkin keakraban ini terbentuk dan bersumber dari satu kesenangan yang sama yaitu aeromodeling.
Sebagai orang yang masih ‘hijau’ dalam aeromodeling, saya masih kesulitan mengikuti pembicaraan mereka berdua karena sangat banyak menggunakan istilah teknis pesawat. Maklum, selama ini saya masih berkutat di chuck dan itupun lebih banyak crashnya dibanding happy flyingnya. Artinya masih perlu banyak ke lapangan untuk mendapatkan pengalaman jam terbang. Kalau dihitung-hitung sih..., saya malah lebih banyak `terbang` di dunia maya dibanding dengan terbang di dunia nyata.
Saya yakin Mas Kresna di Bantaeng juga melakukan hobbi ini sendirian karena dunia aeromodeling masih tergolong ‘asing’ di Sulawesi Selatan, apalagi di daerah yang jauh dari Makassar seperti di Bantaeng terlebih lagi di tempat saya Watampone. Sehingga `komunitas` yang ada di daerah tersebut, personil klub mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, sampai kepada anggota bisa jadi diisi oleh satu orang saja.
Tetapi walaupun cuma satu orang, kalau duduk sendirian di depan monitor saya bisa bertemu dengan banyak teman sehobbi. Jika lagi tidak kemana-mana di dalam kamar, saya melanglang buana ke mana-mana menembus batas kamar untuk bersua maya dengan para pilot. Ah…hobi aeromodeling sangat unik..! Bisa dilapangan, bisa di kamar. Bisa terbang bersama, bisa `terbang sendiri`, bahkan bisa `mendarat sendiri`. Nah...kalau terlalu banyak menyendiri di depan monitor dalam kamar, yang pusingnya nanti pada saat setiap tanggal lima awal bulan. Itu..tuh, kewajiban di kantor telkom!
Eh…saya sempat `teracuni` oleh mas-mas tadi. Mereka menyarankan agar saya mencoba menggunakan pesawat Wing Dragon yang ekonomis dan cocok buat yang masih `ijo`. Dengan segala pengalaman mereka tumpahkan dan saya simak di conference, bahkan sampai berkali-kali mereka menggunakan WD dengan pengalaman yang mengesankan, saya jadi terkesan untuk mengcoba menggunakan WD. Racunnya masuk merasuki pikiran dan sebagai tindak lanjut saya membuka google mencari info tentang WD. Wah…gambarnya aja memang menarik apalagi harganya. Bahkan ada yang saya dapatkan dijual sangat murah sekitar 550 ribu rupiah.
Masalahnya sekarang yaitu di Makassar belum tersedia toko khusus aeromodeling sehingga jika dipesan dari luar Sulawesi kemungkinan ada `crash` pada saat proses pengiriman. Sehingga pada saat barangya sampai ditujuan, sipenerima harus melakukan perbaikan. Ini yang terjadi pada saya, pada saat mengorder Glider A1 dari Bandung, pada saat sampai di tempat saya, terdapat beberapa sobekan di bagian sayap pada saat pengiriman. Meskipun sebenarnya menurut info Mas Kresna, sudah ada toko mainan yang menjual pesawat di Makassar. Namun harganya masih mahal-mahal. Mumpung masih sendiri menjualnya kali yah…?
Watampone, 10 September 2007
Minggu, 02 September 2007
Single Fighter Aeromodeling
Saya baru menggeluti hobbi ini sejak awal Agustus 2007. Keadaan di sekitar saya belum terlalu mendukung untuk pengembangan dunia aeromodeling. Tempat saya sangat jauh dari hingar bingar dunia aeromodeling, jauh dari komunitas atau klub aeromodeling. Jika saya sekadar ingin melihat teman-teman latihan menerbangkan pesawat, jarak yang harus saya tempuh lumayan jauh. Harus menempuh jarak 187 kilometer dari Watampone ke Makassar. Klub yang ada di Sulawesi Selatan yang saya ketahui hanya yang ada di Makassar meskipun tempat latihannya sebenarnya sudah berada di wilayah Kabupaten Maros yang letaknya memang berbatasan langsung.
Lain halnya dengan teman-teman yang ada di Jawa seperti di Jakarta, Bandung, Banten, Jogjakarta, dan Surabaya. Mereka dapat dengan leluasa menggunakan berbagai jenis pesawat, baik jenis free flight maupun yang menggunakan Radio Control. Ditambah lagi support dari klub dan ketersediaan stok berbagai jenis pesawat beserta spare part di toko-toko khusus aeromodeling.
Saya tidak bermaksud melakukan perbandingan spasial dengan tempat rekan-rekan yang dukungan infrastrukturnya duluan maju karena saya yakin akan tidak membawa manfaat yang berarti bagi kami. Lantas, yang perlu dipikirkan ke depan adalah pengembangan aeromodeling kedepan khususnya di tempat saya. Memang kedala tetap ada misalnya sebagian masyarakat masih menganggap bahwa olah raga ini masih mahal, belum adanya toko khusus aeromodeling, klub sangat jauh, dan pengetahuan merakit dan menerbangkan pesawat aeromodeling masih sangat minim.
Berbagai kendala tersebut sebenarnya dapat diselesaikan secara bertahap dan akan menghabiskan waktu yang tidak singkat. Untuk pengembangan awal dapat dimulai dengan memperkenalkan pesawat jenis chuck glider atau OHLG kepada masyarakat kemudian berangsur-angsur ke jenis pesawat yang menggunakan RC. Hal ini, akan menghapus pencitraan bahwa aeromodeling merupakan olah raga mahal karena harga jenis pesawat tadi relatif terjangkau di kalangan pelajar, mahasiswa, dan umum.
Pada saat sekarang sudah satu chuck glider saya yang crash. Tercatat telah mengalami dua kali patah badan pesawat saat melakukan penerbangan. Bisa dibayangkan jika chuck glider saja mengalami patah apalagi jenis RC helikopter atau fixed wing bermotor lainnya dan harus memesan khusus spart part di pulau Jawa. Nah, kalau terjadi hal seperti ini tentunya akan semakin membuat saya panik atau tambah bingung karena tidak ada teman curah pendapat atau pengalaman. Maklum, inilah konsekuensi terberat jika menjadi penggiat aeromodeling sebagai single fighter di tempat yang sangat jauh dari komunitas aeromodeling.
Waktu luang yang tersedia seharusnya digunakan untuk latihan menerbangkan pesawat. Namun yang saya alami justru lebih banyak duduk di depan monitor komputer main simulator dan menelusuri berita yang berkaitan dengan dunia aeromodeling
Aeromodeling tidak harus melulu terbang..khan...?
Watampone, 1 September 2007
Senin, 27 Agustus 2007
A Glance Success Story of Chuck Glider
Lapangan ini sebenarnya tidak ideal untuk melakukan penerbangan karena kondisi lapangan yang ditumbuhi beraneka tumbuhan liar. Disamping itu, masyarakat disekitar lapangan ini membiarkan hewan ternak sapinya berkeliaran di lapangan ini sehingga banyak bertebaran kotoran sapi. Terdapat pula deretan tempat membuang air besar oleh penduduk setempat di sisi kiri lapangan yang dihubungkan oleh saluran air yang air kotorannya terus menerus mengalir. Saluran ini menuju saluran yang lebih besar sehingga di sekitar lapangan ini terdapat dua saluran pembuangan air kotoran penduduk.
Angin bertiup lembut, saya melempar pesawat berlawanan dengan arah hembusan angin. Saya melempar dengan perlahan-lahan untuk memeriksa bahwa apakah pesawat saya terbangnya sudah lurus kemudian turun secara perlahan-lahan. Ternyata terbangnya masih sering diving hidungnya menukik tajam.
Pemberat dari karet bekas ban dalam yang telah terpasang dua minggu sebelumnya, saya lepaskan. Pesawat dilempar lagi dengan menggunakan tangan kanan dengan jalan menggunakan telunjuk dan jari tengah sebagai penopang sayap di belakang, ibu jari menahan badan pesawat sebelah kiri, dan kelingking bersamaan dengan jari manis menahan badan pesawat sebelah kanan. Hasilnya lumayan, pesawatnya terbang lurus kemudian turun perlahan-lahan.
Namun saya masih penasaran. Saya menunggu hingga angin bertiup dengan lembut. Begitu mendapat angin, saya melempar pesawat kuat-kuat. Pesawat lepas meluncur hingga menanjak ke atas sekitar 20 meter lebih. Pesawat terbang dengan lembut dan semakin menanjak hingga mencapai titik tanjak maksimal. Pelan-pelan pesawat belok ke kiri dan turun secara perlahan-lahan dengan waktu terbang mulai pada saat dilemparkan hingga pesawat mendarat sekitar lebih dari 15 detik. Secara keseluruhan jarak tempuh tidak kurang dari 20 meter pada saat pesawat terbanga lurus hingga mendarat. Pesawat mendarat di sela-sela pohon pisang dekat saluran air. Saya segera berlari mencari pesawat. Jangan-jangan pesawatnya crash atau mendarat di air pikir saya. Setelah melihat pesawat dalam posisi miring dan tidak terkena air, saya merasa lega.
Ah….alangkah senangnya dan puasnya perasaan saya karena belum pernah saya lihat pesawat saya terbangnya seperti ini. Satu kepuasan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata… Sengkang, 27 Agustus 2007.
Jumat, 24 Agustus 2007
Prospek Pengembangan Aeromodeling di Watampone
Untuk menggeluti hobi ini seseorang tidak harus merongoh kocek dalam-dalam. Pada satu ketika, saya berbincang-bincang dengan teman sekantor sebut saja namanya Pak Hengki, ternyata persepsi teman saya masih menganggap bahwa olahraga aeromodeling adalah hobi yang mahal. Memang ada benarnya, namun tidak semuanya benar. Jika kita ingin mulai dengan kocek dua puluh ribuan, kita sudah bisa memiliki sebuat pesawat F1 chuck glider pesawat terbang bebas tanpa mesin yang terbuat dari kayu balsa. Setelah berbincang-bincang sejenak dengan Pak Hengki, rupanya beliau juga tertarik dengan aeromodeling.
Masalalah yang ada sekarang yakni di tempat saya di Watampone, belum ada klub yang bergerak pada kegiatan aeromodeling. Bahkan untuk saat ini, bukan hanya di Watampone tidak terdapat klub aeromodeling, kabupaten lain di Sulawesi Selatan juga belum ada klub kecuali yang ada di Makassar yang meskipun tempat latihannya banyak di Kabupaten Maros, tempat Bandara Hasanuddin dan Skuadron 11 berada. Namun sejauh ini, sudah ada daerah yang tertarik mengembangkan aeromodeling yakni Pangkep.
Untuk Watampone kabupaten Bone, saya berinsiatif untuk mengembangkan aeromodeling. Walaupun pada saat sekarang belum ditemukan kegiatan menerbangkan pesawat di tempat ini. Saya biasa menerbangkan pesawat chuck glider pada saat ke Sengkang. Itupun masih dalam tahap “belajar”.
Pengembangan aeromodeling di Watampone dapat dilakukan dengan memperkenalkan jenis pesawat terbang bebas kelas F1 ke pramuka, murid SMP atau SMU, dan masyarakat umum lainnya. Pesawat yang cocok misalnya chuck glider dan glider A1 yang masing-masing merupakan pesawat tanpa mesin yang dilempar dengan tangan. Disamping itu, dari segi harga, pesawat tersebut relatif terjangkau untuk kantong siswa dan mahasiswa.
Untuk tahap awal, saya harus latihan sendiri sambil memperkenalkan olahraga ini pada teman-teman. Setelah terkumpul peminatnya, barulah diupayakan untuk melakukan pelatihan perakitan pesawat sekaligus cara menerbangkannya. Pelatihnya sudah ada di Makassar dan bahannya berupa kayu balsa dapat dipesan di Magelang. Setelah melakukan pelatihan, untuk selanjutnya dipikirkan pembentukan klub aeromodeling. Konsep nama klub yang ‘terlintas di kepala’ yaitu Watampone Aeromodeling Klub atau Bone Aeromodeling Klub.
Mengenai tempat latihan, olah raga ini nantinya menjadi olahraga murah yang istimewa karena pemerintah daerah Bone berencana membangun fasilitas bandara udara. Hal ini sangat menguntungkan bagi pengembangan aeromodeling di Bone karena fasilitas ini dapat digunakan sebagai tempat latihan aeromodeling. Dengan adanya dukungan fasilitas yang memadai, bisa jadi akan lahir atlit olahraga aeromodeling di tempat ini yang akan mewakili daerah ini pada event lokal, nasional, bahkan internasional. Peluang ini sangat besar mengingat penggiat olahraga ini secara kuantitas masih sangat sedikit. Demikian sekelumit ide dan gagasan saya mengenai aeromodeling di tempat ini. Watampone, 24 Agustus 2007.
Senin, 20 Agustus 2007
Ke Lapangan Skuadron 11 Mandai
Keesokan paginya pukul 05.15, saya sudah bangun berkemas-kemas setelah shalat subuh. Menunggu mobil jemputan yang akan ke Makassar. Mobil jemputan tiba pukul 06.15 dan langsung menuju Makassar.
Di perjalanan cuaca sangat mendung. Sekali-sekali hujan rintik-rintik mengiringi perjalanan saya. Jalanan dari Watampone ke Makassar berkelok-kelok yang melewati hutan dan jurang yang terjal. Dibenak saya, saya berpikir, jangan-jangan di lapangan juga mendung dan hujan. Wah..bisa gawat nih…
Namun setelah jarak tempuh perjalanan lebih dari 100 kilo meter, cuaca di depan cerah hingga di Mandai.
Sesampainya di tempat tujuan, saya singgah melapor di piket pangkalan udara dan jalan kaki sekitar 400 meter menuju lapangan. Setelah tiba, wah…kok tidak ada yang kelihatan orang yang sedang latihan? Saya tunggu lagi sekitar 15 menit, tapi tak kunjung ada orang yang terlihat menerbangkan pesawat.
Saya konfirmasi ke Nelce, dibalik pesannya ia mengatakan “maaf, hari ini nggak ada yang latihan, mungkin capek karena kemarin ikut acara 17-an. Mereka diundang di Pangkep”
Aduh…alangkah dongkolnya hati saya!!!
Sudah bersusah-susah datang ke tempat ini, tapi hasilnya…nihil!!
Kali ini keinginan saya untuk latihan bersama menerbangkan glider tidak terlaksana, tapi pada kesempatan lain saya harus menerbangkan glider.
Sepertinya untuk menggeluti hobbi ini, butuh pengorbanan dan kesabaran.
Mandai, 19 Agustus 2007
Jumat, 17 Agustus 2007
Chuck Glider Pelangi
Setelah tiba di lapangan rumput dekat danau Lampulung, persis di bibir kawasan Rumah Adat AtakkaE, Sengkang, saya memandang lepas kearah danau yang di tengahnya dipenuhi tumbuhan air seperti enceng gondok dan kangkung. Kawasan ini merupakan kawasan dimana replika berbagai rumah adat Bugis dipajang dan setiap tahun digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pameran pembangunan. Pada sisi luar kawasan ini terdapat lapangan rumput yang ukurannya seluas lapangan bola.
Chuck Glider yang saya telah saya rakit di rumah, saya coba terbangkan di lapangan ini. Pesawat ini sebelumnya saya peroleh di Bandung Aeromodeling yang saya beli berupa ARF. Tinggal memasang sayap dan covernya. Bentang sayap 50 cm dengan berat 40 gram. Luas sayap 5 Dm2, konstruksi sayap, badan, dan ekor dari kayu balsa.
Saya coba melempar chuck glider berlawanan dengan arah angina. Arah pergerakan pesawatnya menanjak dan berputar sebentar lalu turun mendarat dengan cepat. Dua timah pemberat sudah hilang semua karena sebelum saya terbangkan di lapangan rumpur, saya mencoba menerbangkan di tempat yang tinggi di pinggir jalan. Akibatnya hidung pesawat crash ringan akibat benturan aspal.
Posisi pesawat selalu menanjak stalling kemudian berputar dan mendarat dengan cepat. Saya memutuskan untuk mentrim ekor belakang dengan menekuk ke bawah. Hasilnya agak lumayan, mulut pesawat tidak terlalu menanjak saat diterbangkan. Waktu yang digunakan untuk mengudara masih belum memuaskan, hanya hampir tiga detik.
Pemberat timah yang sudah hilang saya ganti dengan karet bekas ban dalam motor yang saya temukan di lapangan itu. Dengan menggunakan lem cyano, saya guntung bekas ban dalam tersebut dan menggunakn sebagai pemberat hidung pesawat. Daya lengketnya begitu kuat, sekali pasang lengket terus. Tidak sama dengan pemberat timah tadi. Walaupun beberapa menit setelah dilem, kalau jatuh di tempat tidak berumput maka timahnya pasti jatuh.
Setelah beberapa kali melakukan pelemparan, karet pengikat sayap pesawat hilang. Saya tidak membawa karet cadangan ke lapangan kecuali sebuah cutter dan lem cyano. Situasi seperti ini yang perlu diperhatikan atau dipersiapkan sebelum turun lapangan. Harus membawa alat!!
Inilah pengalaman pertama saya menerbangkan chuck glider Pelangi di lapangan berumput. Secarakeseluruhan penerbangan pertama saya belum memuaskan, karena masih butuh pengalaman mentrim pesawat lebih banyak. Penerbangan sebaiknya dilakukan di lapangan berumput agar bagian pesawat tidak rusak saat mendarat dan membentur tanah atau aspal. Dan, yang perlu diperhatikan yaitu bawalah perlengkapan kerja atau assesoris pesawat ke lapangan. Sengkang, 13 Agustus 2007.
Kamis, 16 Agustus 2007
aeromodeling mutiara terpendam
Beritanya berkali-kali saya baca saking penasarannya. Salah satu isinya memperkenalkan kelas dalam aeromodeling yang penamaannya ada kemiripan dengan mobil balap yakni F1, F2, F3, F4, dan F5. Saya semakin tertarik membacanya dan terus membaca. Namun informasi yang disajikan di koran tersebut tentunya terbatas, sebatas 5W1H.
Merasa informasi yang saya baca di koran tersebut tidak memadai dengan keinginan saya untuk yang lebih besar untuk mengetahui dunia aeromoeling maka saya memutuskan untuk mencari di internet. Keesokan paginya setelah shalat subuh, saya jalan kaki ke warnet Bayonet yang dekat dengan tempat saya.
Setelah browsing beberapa saat, alangkah senangnya hati saya menemukan informasi yang saya cari. Klub dan peralatan aeromodeling ternyata ada di Jogja. Artinya saya tidak harus mengeluarkan energi yang lebih untuk mengunjungi kota lain yang menyediakan peralatan dan informasi aeromodeling.
Melalui penelusuran internet, saya mendapatkan alamat toko yang menjual peralatan aeromodeling yang letaknya tidak jauh dari asrama. Wah... di toko itu, ada berbagai macam produk pesawat seperti helikopter, pesawat bersayap tetap, dan berbagai aksesoris. Setelah saya tanyakan kepada penjualnya, alangkah kagetnya aku mendengarkan harga pesawat dalam kisaran jutaan rupiah.
Bukan itu yang saya butuhkan, pikir saya. Bagaimana jika seandainya saya beli heli tapi karena saya belum mahir menerbangkannya dan jatuh!!! Tentunya rugi besar dong!! Pikiran saya sama dengan pikiran orang awam tentang aeromodeling. Dalam benak saya, yang saya butuhkan yaitu pesawat yang dapat diterbangkan tanpa mesin, baling-baling, dan bahannya terbuat dari kayu balsa. Persis seperti yang diperagakan dalam acara Hasta Karya di TVRI sekitar akhir 70-an atau awal 80-an. Karena acara inilah yang memberikan inspirasi besar terhadap aeromodeling. Saya harus mengucapkan terima kasih banyak kepada pengasuh acara tersebut. Karena sampai saat ini inspirasi tersebut bagaikan mutiara yang terpendam. :-)
Ternyata keinginan tersebut setelah membaca berbagai artikel di internet adalah termasuk jenis pesawat kelas F1 atau On Hand Launched Glider. Besawat yang diterbangkan dengan bantuan lemparan tangan, bukan mesin.
Belum waktunya saya menggunakan pesawat Radio Control karena untuk mempelajarinya sangat sulit bagi saya yang belajar sendiri. Maklum tempat saya sekarang di Watampone sangat jauh dari klub aeromodeling yang hanya ada di Makassar untuk Sulawesi Selatan. Perjalanan ke Makassar membutuhkan waktu sekitar 4 jm! Harus ada klub atau instruktur yang mendampingi. Kalau langsung membeli pesawatnya dan RCnya artinya saya bertindak konyol. Membeli untuk merusak!!!
Pesawat kayu balsa tidak dijual di tempat tersebut. Hati saya kecewa karena yang saya cari tidak ketemu. Setengah frustasi saya menatap kembali pesawat dan berbagai assesories pesawat yang dipajang di toko tersebut.
Saya mengatakan kepada penjualnya
"Mas, saya ini pemula. Pesawat apa yang cocok bagi pemula?"
"O, kalo gitu, pake aja simulator, mas!, kalo pesawatnya jatuh tidak bakalan apa-apa. Seribu kali pesawat jatuh tidak ada yang rusak karena alatnya disambung ke komputer"
"Harganya, berapa?"
"Harganya 200 ribu, tapi sudah turun. Ambil aja 185 ribu"
Wah... boleh juga tuh pikir saya.
Saya minta tolong kepada penjaga tokonya untuk membuka bungkusnya dan memperagakan ke komputer cara pakainya.
setelah penjaga toko mempraktekkan saya berpikir, wah...boleh juga nih.
Saya langsung Okkan saja dan membayar.
Sekarang saya telah memilik flight simulator untuk latihan menggunakan RC.
Pada hari Jumat, minggu terakhir bulan Juli 07 setelah sebalumnya saya sudah berada di Depok Jabar. Saya jalan-jalan ke Bandung sekaligus untuk mengambil salinan ijazah saya di pasca Unpad. Setelah mengambil legalisir tersebut, saya sempatkan diri ke Ciwalk, saya singgah sejenak di warnet. Setelah browsing di warnet jalan Cihampelas saya dapatkan alamat Bandung Aeromodeling yang alamatnya tertera di situsnya. Masih ada waktu sekitar dua jam sebelum tempat tersebut waktu tutup kantor. Saya segera memtuskan untuk segera ke sana sebelum kembali ke Depok. Setelah konfirmasi dengan petugas di balik telepon mengenai jalur angkot ke tempat tersebut. Saya segera naik angkot jurusan Cicahem-Ciroyom dan turun di perempatan dekat rumah sakit Hasan Sadikin Bandung untuk naik angkot City Hall-Gunung Batu. Saya turun di depan Jalan Dakota dekat Borma. Selanjutnya naik becak menuju tempat Bandung Aeromodeling. Di sana saya bertemu dengan Mas Budi Atmoko pemilik tempat ini. Saya bertanya sepus-puasnya tentang berbagai pesawat yang dipajang di show roomnya hingga tak terasawaktu menjelan magrib. Untung Mas Budi dengan senang hati rela meluangkan waktunya untuk menjawab berbagai pertanyaan saya tentang aeromodeling.
Setelah konsultasi, saya memutuskan untuk membeli dua buah pesawat F1 Pelangi yang bahannya dari kayu balsa yang hanrganya sangat terjangkau. Harga ARF (Almost Ready to Fly) Rp.20.000,- Karena pesawat seperti inilah yang mirip dengan yang saya tonton di acara Hasta Karya TVRI kurang lebih dua puluh tahun yang silam sewaktu masa kanak-kanak saya dulu yang indah.